Rabu, 12 Oktober 2011

PERIODISASI SASTRA

Periodisasi Sastra Menurut Para Tokoh
Periodisasi artinya “pembabakan”. Periodisasi sastra berarti ”upaya pembabakan karya sastra”. Di bawah ini akan diuraikan tentang periodisasi sastra menurut beberapa orang tokoh.
A. Menurut Usman Effendi, periodisasi sastra terbagi atas :
1)      Kesusastraan lama ( ... – 1920 )
2)      Kesusastraan baru  ( 1920 – 1945 )
3)      Kesusastraan modern ( 1945 - ... )
B. Menurut Ajip Rasidi, terdiri dari:

1)      Kesusastraan lama, terdiri dari:
a.       Dinamisme
b.      Hinduisme
c.       Islamisme

2)      Kesusastraan baru, terdiri dari:
a.       Masa Abdullah Bin Abdulkadir Munsyi
b.      Masa Balai Pustaka
c.       Masa Pujangga Baru
d.      Masa Angkatan 45

C. Menurut Sabaruddin Ahmad, periodisasi sastra terdiri dari:

1)  Masa kelahiran (awal abad XX – 1945), terbagi atas:
  1. Periode awal abad XX – 1993
  2. Periode 1993 – 1942
  3. Periode 1942 - 1945
2)  Masa perkembangan (sejak 1945 – sekarang), terbagi atas:
  1. Periode 1945 – 1953
  2. Periode 1953 – 1960
  3. Periode 1961 - sekarang

D. Menurut Nugroho Notosusanto, periodisasi terdiri atas:
1)      Sastra Melayu Lama / Klasik

1. Kesusastraan Lama
a.       Kesusastraan Masa Purba ( ... – 900 M )
b.      Kesusastraan Masa Hindu Arab ( 900 M – 1800 M )

2. Kesusastraan Masa Peralihan
a.       Kesusastraan Semasa Abdullah ( 1800 – 1854 )
b.      Kesusastraan Sesudah Abdullah ( 1854 – 1920 )

2)      Sastra Indonesia Modern

a.       Masa Kebangkitan (1920 – 1933), terbagi atas:
(1) Periode ’20
(2) Periode ’33
(3) Periode ’42
b.      Masa Perkembangan (1945 – sekarang),yaitu:
(1) Periode ’45
(2) Periode ’50

E. Menurut HB. Jassin, periodisasi sastra terdiri dari:
1)      Angkatan 20
Karakterisasi angkatan ini, antara lain:
a.       Pertentangan paham antara kaum tua dan kaum muda
b.      Isinya seputar kawin paksa
c.       Masih bersifat kedaerahan

2)      Angkatan 33
Karakterisasi angkatan ini, antara lain:
a.       Angkatan ini telah bebas menentukan nasib sendiri
b.      Materi cerita berkisar kehidupan masyarakat kota dengan permasalahannya
c.       Materi cinta ada juga yang berisi dengan kebangsaan.
d.      Yang dijadikan pengikat antara sastrawan ialah cita – cita nasional

3)      Angkatan 45
Karakterisasi angkatan ini, antara lain:
a.       Bergaya ekspresi
b.      Universal, nasional, heroik
c.       Revolusioner
d.      Tidak mengabdi pada suatu paham tertentu, tetapi mengabdi pada kemanusiaan.
e.       Para pengarang tidak berfikir dalam istilah – istilah, tetapi hidup dengan pusat manusia
f.       Dengan tidak menyebut dirinya nasionalis atas dasar perasaan kemanusiaan, mereka sendiri di pihak bangsanya.
g.       Dengan tidak menyebut dirinya sosialis, mereka menghendaki keadilan dankesejahteraan sosial.

4)      Angkatan 66
(a) Berisi pergolakan politik dalam masyarakat
(b) Menegakkan keadilan dan kebenaran
(c)Tidak bertentangan dengan nilai – nilai kemanusiaan yang universal, cinta tanah air, hidup bahagia, dan anti kebatilan.

Berdasarkan periodisasi sastra menurut HB. Jassin, pengarang setiap angkatan, antara lain:
  1. Angkatan 20
1) Amir Hamzah dengan puisi berjudul ”Cempaka”
2) Sanusi Pane dengan drama ”Manusia Baru”
3) Marah Rusli dengan prosa ”Siti Nurbaya”


  1. Angkatan 45
Angkatan ini lahir pada masa pendudukan Jepang ( di tengah kancah revolusi). Tokoh – tokohnya anatara lain :
1 )Chairil Anwar di bidang puisi
Chairil Anwar lahir pada tangggal 26 Juli 1922 di Medan (Deli). Pendidikan yang diperoleh ilah MULO (settingkat SMP) sampai kelas 2. pertama kali menulis sajak – sajak Jepang menjajah Indonesia tahun 1942. Karya – karyanya beraliran ekspresionisme. Kumpulan puisinya antara lain:
a) Deru Campur Debu
b) Kerikil Tajam dan Yang Terampas dan Yang Putus

2 ) Idrus di bidang prosa
Idrus lahir 21 September 1921 di Padang. Pendidikannya HIS, MULO, AMS, dan sekolah menengah tinggi. Karya – karyanya antara lain:
a) Drama Ani Maria
b) Kejahatan Membalas Dendam

3 ) Asrul Sani
Asrul Sani lahir 10 Juni 1926 di Rao, Sumatra Barat. Menamatkan pendidikan di Perguruan Tinggi Fakultas Kedokteran Hewan Bogor. Pada waktu revolusi, beliau memimpin laskar rakyat, kemudian masuk tentara. Karya – karyanya antara lain:
Puisi:    a) ”Anak Laut”
            b) ”Elang Laut”
            c) ”Pengalaman”
Prosa:   a) Bola Lampu
            b) Sahabat Saya Cordiar
            c) Beri Aku Rumah
  1. Angkatan 66
Nama – nama tokoh angkatan 66, antara lain: Ajib Rosidi, Ardan, Rendra, Hartojo Andangdjaja, Goenawan Muhammad, Taufiq Ismail, A.A. Navis, dan Satyagraha Hurip.
Karya – karya mereka antara lain:
1) Puisi Hartojo Andangdjaja berjudul ”Perempuan – Perempuan Perkasa”.
2) Novel Nh. Dini berjudul ”Jatayu”
3) ”Robohnya Surau Kami” oleh A.A. Navis.
4) ”Senjapun Jadi Kecil, Kotapun Jadi Putih” karya Goenawan Muhammad.

F.  Periodisasi Sastra menurut Simongkir – Simanjuntak.
  1. Kesusastraan masa lama atau purba
  2. Kesusastraan masa Hindu atau Arab
  3. Kesusastraan masa Baru
  4. Kesusastraan masa Mutakhir

Kesusastraan Melayu Klasik
A.     Kesusastraan Lama
Sifat – sifat kesusastraan lama:
1.      Kesusastraan lama bersifat statis berdasarkan sifat masyarakatnya yang konservatif.
2.      Kesusastraan lama sebagian besar anonim (tidak dikenal nama pengarang) karena pada saat itu masyarakat lama dihiasi oleh hidup gotong – royong maka kesusastraan yang ada dianggap milik bersama. Oleh sebab itu, para penjangga tidak mau menonjolkan namanya.
3.      Corak pokok – pokok karangannya, baik puisi maupun prosa adalah ...
a.       Khayal atau fantasi, contohnya dongeng – dongeng, mythe, legenda dan fabel.
b.      Pendidikan (didaktik) dan pelajaran.
c.       Agama (religius)
d.      Istana sentris, yakni berisi cerita – cerita berkisar di sekitar raja – raja dan keluarganya.
4.      Bahasanya rumit. Kesusastraan lama mempergunakan bahasa Melayu Kuno yang penuh dengan ungkapan – ungkapan, kata – kata klise, kalimat majemuk yang panjang – panjang, dan kata – kata asing, bahasa Sansekerta dan Arab.
5.      Bentuknya rumit. Ciri – cirinya :
a.       Puisi terikat oleh syarat – syarat mutlak yang konservatif dan tradisional, seperti jumlah baris dalam tiap – tiap bait, jumlah suku kata dalam tiap baris, sajak dan irama.
b.      Prosa bersifat tradisional dengan pendahuluan yang panjang – panjang dan ke-Arab-araban.
B.     Kesusastraan Masa Peralihan
1.      Kesusastraan Semasa Abdullah
Perintis Kesusastraan masa ini adalah Abdullah bin Abdul Kadir Munsji. Abdullah dilahirkan pada tahun 1796 di Malaka dan meninggal dalam penziarahannya ke tanah suci pada tahun 1854 di Jedah. Abdullah hidup dalam asuhan dan pendidikan ayahnya yang keras serta ada di tengah – tengah suasana keagamaan. Karya ciptaannya bersifat objektif, menggambarkan hal – hal yang ada dalam kehidupan sehari – hari seperti yang dapat dilihat dalam karangannya yang berupa biografi, autobiografi dan kisah. Dalam karyanya, Abdullah mengurangi penggunaan kata – kata dan kalimat arab yang biasa dipakai dalam kesusastraan lama.

2.      Kesusastraan Masa Sesudah Abdullah
Sesudah masa Abdullah, kesusastraan Indonesia mengalami masa vakum selama lebih dari setengah abad (kira-kira hingga tahun 1920). Memang pada saat itu ada juga pengarang, namun sedikit sekali dan masih berpegang pada tradisi kesusastraan Indonesia lama (tidak melanjutkan kesuasastraan yang telah dirintis Abdullah).
C.     Kesusastraan Indonesia Modern
Perkembangan bahasa dan sastra Indonesia menjadi semakin maju dengan munculnya gerakan nasional tahun 1908. kesusastraan ini dirintis oleh masyarakat baru yang lebih dinamis dan dikuasai oleh dunia percetakan sehingga setiap orang dapat menikmati hasil karya para pujangga. Masa kesusastraan Indonesia modern merupakan alam kebebasan individu dalam menciptakan karya – karya sastra baru.

Sastra Modern Indonesia
Tonggak sastra modern Indonesia dimulai pada zaman ’20-an. Karya sastra pada masa ini berciri sebagai berikut:
1)      Temanya tentang kehidupan masyarakat sehari – hari (masyarakat sentris), misalnya tentang adat, pekerjaan, dan persoalan rumah tangga.
2)      Telah mendapat pengaruh kesusastraan barat. Hal ini tampak pada tema dan tokoh – tokohnya.
3)      Pengarangnya dinyatakan dengan jelas.
Dari rentang waktu mulai tahun ’20-an hingga sekarang, para ahli menggolongkannya kedalam beberapa periode berikut ini:
A.     Angkatan ’20-an atau Angkatan Balai Pustaka
Pada tahun 1908 pemerintah Belanda mendirikan embaga bacaan rakyat yang bernama Volklectuur dengan Dr. G.A.J. Hazeu sebagai ketuanya di kota Jakarta. Lembaga ini bertugas memilih karangan – karangan dan kemudian menerbitkannya sebagai bacaan umum (rakyat), untuk enak – anak dan orang dewasa, guna mengisi waktu senggang dan menambah pengetahuan. Pada tahun 1917, Volklectuur diubah namanya menjadi Balai Pustaka. Para redakturnya terdiri atas para penulis dan ahli bahasa Melayu. Tugas Balai Pustaka adalah :
a.       Mula – nula hanya menerbitkan naskah – naskah yang bila perlu dapat diubah dan disempurnakan.
b.      Menerbitkan saduran dan terjemahan hasil karya pujangga – pujangga asing yang terkenal seperti Shakespeare, Cervantes, Alexander Dumas, Jules Verne dan Tolstoi.
c.       Fase terakhir adalah menerbitkan naskah – naskah karangan baru, dan majalah – majalah, seperti Panji Pustaka, Sari Pustaka dalam bahasa Melayu, Kejawen dalam bahasa Jawaa dan Parahiangan dalam bahasa Sunda.
Karya sastra yang lahir pada periode 1920 – 1930-an sering disebut sebagai karya sastra Angkatan Dua Puluhan atau Angkatan Balai Pustaka. Disebut Angkatan Dua Puluhan sebab novel yang pertama kali terbit adalah pada tahun 1920, yakni novel ”Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar. Karya – karya yang lahir pada periode itu disebut pula Angkatan Balai Pustaka karena karya – karyanya banyak yang diterbitkan oleh penerbit Balai Pustaka. Peran Balai Pustaka dalam menghidupkan dan memajukan perkembangan sastra Indonesia memang sangat besar. Penerbitan pertamanya Azab dan Sengsara dan kemudian berpuluh – puluh novel lain diterbitkan pula termasuk buku – buku sastra daerah.
Selain disebut Angkatan Balai Pustaka, Angkatan ’20 disebut pula Angkatan Siti Nurbaya karena novel yang paling laris dan digemari masyarakat pada masa iru adalah novel ”Siti Nurbaya” karangan Marah Rusli. Pada masa ini, prosa dan puisi mengalami perubahan besar.
Sifat – sifat kesusastraan angkatan Siti Nurbaya:
1.      Agak dinamis
2.      Bercorak pasif – romantik. Ini berarti bahwa cita – cita baru senantiasa terkalahkan oleh adat lama yang membeku. Itulah sebabnya, dalam mencapai cita – citanya, pelaku utama senantiasa dihilangkan, misalnya dimatikan oleh pengarangnya.
3.      Mempergunakan bahasa Melayu baru dengan ungkapan – ungkapan dan uraian yang panjang.
4.      Bentuknya rumit dengan ciri – ciri:
a.       Para penyairnya masih banyak yang mempergunakan bentuk – bentuk puisi lama, pantun, syair, seperti karya Tulis Sutan Sati, Abas Sutan Pamuntjak sedangkan para penyair muda mulai menggunakan bentuk puisi Barat yang tidak terlalu terikat oleh syarat – syarat seperti puisi lama. Penyair baru ini dipelopori oleh Moh. Yamin yang memperkenalkan bentuk Soneta untuk pertama kalinya dalam kesusastraan Indonesia.
b.      Bentuk prosanya adalah roman. Roman angkatan Siti Nurbaya ini bertema perjuangan atau perlawanan terhadap adat istiadat lama, umpanya kawin paksa.
B.     Angkatan ’30-an atau Angkatan Pujangga Baru
Istilah Angkatan Pujangga Baru untuk karya – karya yang lahir sekitar ’30 – 40-an, diambil dari majalah sastra yang terbit pada tahun 1933. Majalah itu bernama ”Pujangga Baroe”. Majalah ini dipimpin oleh Sutan Takdir Alisyahbana, Amir Hamzah, Sanusi Pane, serta Armijn Pane.
Angkatan Pujangga Baru disebut juga Angkatan Tiga Puluh sebab angkatan ini lahir pada tahun ’30-an. Karya – karya pada periode ini mulai memancarkan jiwa yang dinamis, individualistis, dan tidak mempersoalkan lagi tradisi sebagai tema sentralnya. Hal semacam itu timbul karena para pengarang khususnya sudah memiliki pandangan yang jauh lebih maju dan sudah mengenal budaya – budaya yang lebih modern. Di samping itu, semangat nasionalisme mereka sudah semakin tinggi, sehingga isu – isu yang diangkat dalam karya mereka tidak lagi kental dengan warna kedaerahan. Angkatan Pujangga Baru disebut juga angkatan Layar Terkembang.
Sifat kesusastraan Pujangga Baru :
1.      Dinamis
2.      Bercorak romatik – idealistis, sama dengan angkatan sebelumnya hanya saja angkatan Pujangga Baru bersifat aktif, dimana cita – cita atau ide baru dapat menggantikan adat – adat lama yang dianggap tidak berlaku lagi.
3.      Bahasa angkatan Pujangga Baru menggunakan bahasa Melayu modern. Digunakan ungkapan serta irama sangat dipentingkan oleh Pujangga Baru.
4.      Bentuknya rumit dengan ciri – ciri:
a.       Bentuknya puisinya adalah soneta. Disamping itu, ikatan – ikatan lain seperti kuatrain dan kuint pun banyak digunakan, sedangkan sajak, jumlah suku kata dan syarat- syarat puisi lainnya sudah tidak mengikat lagi.
b.      Bentuk prosanya adalah roman yang bertema perjuangan kemerdekaan dan pergerakan kebangsaan, misalnya roman Layar Terkembang karya Sutan Takdir Alisjahbana
c.       Pujangga Baru mempergunakan bentuk drama yang bertema kesadaran nasional.
C.     Kesusastraan Masa Jepang
Kesusastraan masa Jepang terbagi menjadi dua golongan, yaitu:
a.   Golongan resmi di bawah pusat kebudayaan ( Keimin Bunkha Shidosa).
b.   Golongan di luar kegiatan pusat kebudayaan.
Pada masa kini, penyair dan satrawan yang mula-mula kelihatan seperti kehilangan pegangan, ternyata hanya mencari-cari jalan baru untuk menyatakan makna karya sastranya dengan cara yang tidak berbahaya. Oleh sebab itu, tidak asing bila hasil sastranya bercorak simbolik. Pengarang yang muncul saat itu antara lain Usmar Ismail, Rosihan Anwar, Bakri Siregar, Nursjamsu, El hakim dan Amir Hamzah serta Chairil Anwar. Masa tiga setengah tahun di bawah jepang adalah masa persiapan jiwa revolusi Indonesia yang akan pecah pada tahun 1945 karena segalanya sudah terbayang saat itu. Buah sastra pada waktu itu, tidak jauh berbeda dibandingkan dengan angkatan Pujangga Baru, kecuali karya Chairil Anwar dan Amir Hamzah.     

D.     Angkatan ’45
Yang memberi nama Angkatan  ’45 ialah Rosihan anwar dalam majalah Siasat pada tanggal 9 September 1949. Manifestasi angkatan ’45 termuat dalam majalah Siasat 23 Oktober 1950 berupa surat kepercayaan Gelanggang 18 Februari 1950 mengenai ciri – ciri Angkatan 1945, yaitu lebih mementingkan wujud pernyataan pikiran, kepribadian seseorang, nilai – nilai baru, kebebasan penuh, dan kebudayaan yang bersifat universal.
Angkatan ’45 disebut juga sebagai angkatan Chairil Anwar karena perjuangan Chairil Anwar sangat besar dalam melahirkan angkatan ’45 ini. Dia pula yang dianggap sebagai pelopor Angkatan ’45. Angkatan ’45 disebut juga Angkatan Kemerdekaan sebab dilahirkan saat Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya.
Karya – karya yang lahir pada masa Angkatan ’45 sangat berbeda dengan karya sastra masa sebelumnya.

Ciri – ciri angkatan ’45
·         Bebas
·         Individualistis
·         Universal, dan
·         Realistis
Sikap hidup dan sikap dalam berkarya cara pengarang dan sastrawan Angkatan ’45 sangat tegas. Pandangan penulisdalam bentuk karangan tampaknya kurang bebas bila dibandingkan dengan angkatan Pujangga Baru, sedangkan dalam isi, Angkatan ’45 bercorak realistis, di mana isi lebih dipentingkan daripada Bahasa.
Karya – karya Angkatan ’45 ditandai oleh :
v  Sanjak : Angkatan ’45 dan sesudahnya berisi akibat dari peperangan dan perjuangan gerilya.
v  Novel : lebih banyak dihasilkan daripada roman.
v  Drama : sesudah perang, drama dibuka oleh El Hakim dan Idrusserta diberi bentuk selanjutnya oelhUsmar Ismail, Armijn Pane, dan Rustandi Kartakusumah.
v  Cerpen : isinya menggambarkan perikehidupan manusia.
E.     Angkatan ’66
Nama Angkatan ’66 dicetuskan H. B. Jassin melalui bukunya yang berjudul Angkatan ’66. Angkatan ini lahir bersamaan dengan kondisi politik Indonesia yang tengah mengalami kekacauan akibat teror dan merajalelanya paham komunis. PKI hendak menggantikan kekuasaan negara dan ideologi Pancasila dengan ideologi  komunis. Oleh karena itu, karya sastra yang lahir pada periode ini lebih banyak yang berwarna protes terhadap keadaan sosial dan politik pemerintah pada masa itu.
Ada beberapa kumpulan sanjak yang menarik perhatian selama demonstrasi terhadap pemerintah dalam usaha mengembalikan revolusi terhadap Pancasila, yaitu:
§  Tirani dan Benteng, oleh Taufik Ismail dengan nama samaran Ibnu Fadjar,
§  Mereka Telah Bangkit, oleh Bur Rasuanto.
§  Perlawanan, oleh Mansur Samin.
§  Pembebasan, oleh Abdul Wahid Situmeang.
§  Kebangkitan, oleh lima penyair Fakultas Sastra UI.
Pengarang – pengarang yang pada sekitar tahun 1955 yang telah giat menulis dalam majalah – majalah sastra dan kebudayaan, seperti : Kisah, Siasat, Mimbar Indonesia, Budaya Indonesia, Konfrontasi, Cerita Pendek, Sastra, Basis, dan lain – lain adalah : Ajib, Rendra, Jusach Ananda, Bastari Asnin, Hartojo Andangdjaja, Mansur Samin, Saribi Afn,Goenawan Muhammad, Taufiq Ismail, Navis, Soewardi Idris, Djamil Suherman, Bokor Hutasuhut, dan lain – lain. Tugas Angkatan ’66 ialah membela Pancasila dan mencegah munculnya tirani demi mengisi revolusi guna mencapai sosialisme Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar